Budaya-Tionghoa.Net | Para ahli paleontologi, khususnya yang meneliti asal-usul manusia, masih terlibat silang sengketa menyangkut asal manusia modern, Homo sapiens. Sejak dua dasawarsa terakhir ini, terus dipertanyakan, akar geografis manusia modern. Apakah berasal dari Eropa, sebagai keturunan manusia lembah Neandertal atau gua Cro Magnon? Dari Asia, sebagai keturunan Homo erectus Ngandong di Indonesia atau Maba di Tiongkok? Ataukan berasal dari Afrika, seperti yang diyakini banyak pakar paleontologi? Semakin banyak data yang dikumpulkan, menunjukan bahwa manusia modern terbentuk di Afrika, lalu menyebar ke seluruh dunia.
|
Mungkin saja terjadi persilangan antara Homo sapiens dari Afrika, dengan manusia lembah Neander dari Eropa atau Homo Ngandong dari Indonesia. Namun diyakini, asal-usul manusia, semuanya berasal dari pohon utama yang sama, yang berkembang di Afrika. Tidak ada bagian lain di dunia, yang menunjukan temuan fossil selengkap Afrika. Dalam artian, cukup banyak perubahan format bentuk tubuh manusia purba, yang terekam dalam fosil-fosil yang ditemukan di Afrika. Istilahnya, evolusi di Afrika menunjukan proses yang tidak terputus. Hampir setiap perubahan dari manusia purba Homo erectus menjadi manusia modern, Homo sapiens, terekam dalam fossil-fossil yang ditemukan.
Penelitian yang dilakukan professor Günter Bräuer, pakar biologi manusia dari Universitas Hamburg, menunjukan adanya proses evolusi menerus di Afrika. Dari temuan fossil Afrika, bahkan terlihat manusia purba Homo erectus melakukan evolusi menerus bersamaan dengan evolusi manusia modern Homo sapiens. Indikasinya, ditemukan fossil yang umurnya sama, akan tetapi dari dua spesien manusia yang berbeda. Misalnya saja fossil yang ditemukan di lembah Omo di Ethiopia, yang ditaksir berumur sekitar 100.000 tahun, sudah menunjukan ciri manusia modern. Dalam ekspedisi lain, juga ditemukan fossil manusia purba dari Zambia yang berumur sekitar 50.000 tahun.
Tentu saja pro dan kontra menyangkut asal-usul manusia modern tidak berhenti begitu saja. Walaupun mayoritas pakar paleo-antropologi menyepakati Afrika sebagai kawasan asal manusia modern, masih ada pakar yang beranggapan Eropa atau Asia sebagai pusat perkembangan manusia modern. Terutama pakar yang bersikeras menganggap Eropa sebagai pusat evolusi manusia modern, adalah mereka yang tidak mau dianggap keturunan orang Afrika.
Juga pakar paleo-antropologi Tiongkok ngotot menganggap daratan. Tiongkok sebagai pusat evolusi manusia modern. Mereka mengajukan bukti-bukti fossil manusia Maba, Peking dan Dali sebagai cikal bakal manusia purba. Akan tetapi penelitian morfologi selanjutnya oleh pakar paleo-antropologi Indonesia, Toetik Koesbardiati yang sedang mengambil program Doktor di Universitas Hamburg, menunjukan apa yang diakui sebagai fossil manusia modern dari Cina, ternyata banyak yang tidak cocok dengan ciri morfologi manusia modern.
Professor Bräuer mengatakan dari silsilah asal-usul manusia yang dikembangkannya, terlihat bahwa evolusi manusia purba, baik di Eropa, Indonesia maupun Cina bermuara lagi pada pohon evolusi manusia modern dari Afrika. Pohon evolusi manusia lembah Neander dari Jerman atau manusia Cro-Magnon fari Perancis tiba-tiba menghilang. Sebagai gantinya tiba-tiba muncul cabanmg pohon evolusi manusia modern dari Afrika. Hal yang sama juga terjadi pada manusia Peking dan manusia Ngandong.
Muncul pula pertanyaan, apakah juga terjadi persilangan antara Homo erectus dengan Homo sapiens? Prof. Bräuer mengatakan, sekenario apapun mungkin saja terjadi. Mungkin saja di dalam tubuh manusia modern Eropa saat ini, masih terdapat gen dari manusia lembah Neander atau Cro-Magnon. Juga di Tiongkok dan Indonesia, mungkin terselip gen manusia Peking atau manusia Ngandong. Kemungkinan ini dapat terjadi, mengingat dalam proses evolusinya, manusia tidak muncul tiba-tiba, akan tetapi menerus dari satu spesies ke yang lainnya.
Jika skenario evolusi menerus semacam itu yang diakui, berarti hanya pohon evolusi Afrika yang sejauh ini menunjukan proses tsb. Artinya, teori evolusi manusia modern di luar Afrika, untuk sementara dapat disingkirkan. Walaupun tidak banyak menunjang teori pohon asal-usul manusia, namun rangkaian penelitian genetika yang dilakukan pakar genetika AS, Rebecca Cann, paling tidak dapat menunjang teori pohon silsilah manusia modern Afrika. Penelitian Cann terhadap mitokondria gen seluruh ras manusia menunjukan, hingga 200.000 tahun ke belakang seluruh manusia modern ternyata memiliki akar di Afrika.
Penelitian genetika yang paling mendukung teori Prof Bräuer, dikembangkan oleh kelompok peneliti antrophologi evolusi di institut Max Planck -Leipzig, yang dipimpin Svante Pääbo. Penelitian genetika manusia lembah Neander di Jerman menunjukan adanya garis evolusi yang berbeda dengan garis evolusi manusia modern. Penelitian genetika di Leipzig itu menunjukan, sekitar 800.000 sampai 300.000 tahun lalu, garis silsilah evolusi manusia lembah Neander berpisah dari garis evolusi manusia modern. Diduga manusia purba Homo erectus, baik di Eropa maupun Asia pelan-pelan musnah, karena tidak dapat bersaing mencari makanan dengan manusia modern Homo sapiens yang berkembang di Afrika, yang jauh lebih cerdas.
Sumber : DW-World DE (Radio Nasional Jerman)
Budaya-Tionghoa.Net |
TAUTAN INTERNAL :
Pihak yang ingin mempublikasi ulang tulisan dalam web ini diharapkan untuk menyertakan link aktif : www.budaya-tionghoa.net , NAMA PENULIS dan link aktif yang berada didalam tulisan atau membaca lebih jauh tentang syarat dan kondisi . Mempublikasi ulang tanpa menyertakan tautan internal didalamnya termasuk tautan luar , tautan dalam , catatan kaki , referensi , video , picture , sama dengan mengurangi konten dalam tulisan ini.