Budaya-Tionghoa.Net | Kalimat “Tuntutlah ilmu, walaupun sampai ke negeri Cina” bukanlah himbauan atau ucapan Muhammad, melainkan sebenarnya suatu proverb budaya Arab.Ucapan-ucapan Muhammad, bahkan tindak-tanduk non-verbal-nya pun, mempunyai arti penting dalam agama Islam, karena dapat (“dapat”, tidak “selalu”) menjadi penjelasan untuk pelaksanaan praktek dari ayat-ayat Al Quran.
|
Karena itu di lingkungan Islam ada ilmu hadits, ilmu yang secara komprehensif membahas ucapan dan tindakan Muhammad.Yaitu untuk mengklasifikasikan mana ucapannya yang merupakan penjelasan atas Al Quran, mana yang bersangkutan dengan Islam secara umum sebagai perintah, himbauan maupun larangan, mana yang cuma ucapan sehari-hari biasa saja, mana yang cuma lelucon dia atau ucapan waktu dia lagi marah saja, dsb.
Dan ada uraian yang panjang lebar dalam ilmu hadits yang secara kategoris membantah bahwa “Tuntutlah ilmu, walaupun sampai ke negeri Cina” merupakan ucapan Muhammad sendiri.Argumen yang mengatakan ini ucapan Muhammad klasifikasinya “dhaif” (lemah), atau “dhaif jiddan” (lemah sekali), atau bahkan “batil” (tidak berdasar).Tentu membuang-buang bandwith Budaya Tionghoa kalau uraian itu saya cantumkan di sini, namun secara singkat dapat disebutkan bahwa argumen yang kuat untuk membantah bahwa itu ucapan Muhammad adalah keterbatasan pengetahuan umum seorang Muhammad pada waktu itu, sehingga dia tahu pun tidak bahwa ada sebuah negeri jauh yang bernama Cina. Karenanya tidak mungkin dia mengucapkan kalimat itu.Tetapi Muhammad memang banyak bicara tentang kewajiban untuk belajar secara sungguh-sungguh serta dengan pengorbanan pribadi yang maksimal demi mendapat ilmu. Bahkan dia mengatakan keharusan untuk belajar secara all-out itu merupakan perintah Tuhan dalam Al Quran.
Ucapan-ucapannya untuk belajar secara all-out inilah yang lalu berkembang menjadi proverb budaya Arab “Tuntutlah ilmu, walaupun sampai ke negeri Cina” tersebut.Di jaman itu, ketika Amerika belum ‘diketemukan’ dan Eropa dalam jaman Dark Ages, bagi budaya Arab hanya terdapat komparasi dengan budaya-budaya tinggi di Mesir, di India yang jaraknya lebih jauh, dan di Cina yang paling jauh jaraknya dari negeri Arab. Maka itu ukuran untuk “all-out” bagi budaya Arab jaman itu, dalam konteks menuntut ilmu, adalah “walaupun sampai ke negeri Cina”.
Baru kemudian, sementara tokoh ilmuwan Arab, untuk menambah wibawa dan otoritas proverb tersebut, mengatakan bahwa itu adalah ucapan Muhammad. Tetapi ada analisis yang komprehensif yang membuktikan bahwa klaim tersebut (bahwa itu adalah ucapan Muhammad) merupakan klaim yang dhaief, dhaief jiddan, atau batil.Uraian saya ini mungkin terlalu panjang bagi suatu milis Budaya Tionghoa. Tetapi kalau mau lebih ‘nyangkut’ lagi dengan milis ini, tanpa mau ikut ribut soal kata “cina”, bisa saya sampaikan bahwa kelihatannya dalam pembahasan ilmu hadits tentang apakah kalimat itu ucapan Muhammad atau bukan, selalu dipakai kata “Cina”, bukan “Tiongkok”.
Mungkin karena waktu itu kata “Tiongkok” belum dikenal di budaya Arab. Atau mungkin juga karena memang dengan memakai kata “Cina”-lah orang Arab menyebut Negeri Tengah (Tionggoan).
Wasalam.
Budaya-Tionghoa.Net | Arsip Mailing-List Budaya Tionghua Bulan Desember 2009
Pihak yang ingin mempublikasi ulang tulisan dalam web ini diharapkan untuk menyertakan link aktif : www.budaya-tionghoa.net , NAMA PENULIS dan LINK aktif yang berada didalam tulisan atau membaca lebih jauh tentang syarat dan kondisi . Mempublikasi ulang tanpa menyertakan tautan internal didalamnya termasuk tautan luar , tautan dalam , catatan kaki , referensi , video , picture , sama dengan mengurangi konten dalam tulisan ini.