“Bunga mekar, siapa berbagi suka,
bunga gugur, siapa berbagi duka.
Dimanakah kerinduan memuncak
Saat bunga mekar & gugur.”
Budaya-Tionghoa.Net | Syair diatas ditulis oleh Xue Tao, seorang pelacur kenamaan dari jaman Dinasti Tang.
Mungkin ada yang bertanya: Mengapa pramunikmat saja butuh kemampuan sastra? Kalau memang punya ketrampilan, mengapa harus jadi pelacur?

Sumber : http://jiuguishu-1972.blog.163.com/blog/static/82236033201271610562706/
Pertama-tama perlu diketahui, bahwa definisi kata Ji 妓 (pelacur) di Tiongkok kuno tidaklah terbatas pada penjaja seks semata. Lebih sering, mereka justru menghibur para tamunya dengan ketrampilan seperti: berpuisi, menulis kaligrafi, menyanyi, memainkan alat musik, menari, melukis, bermain catur, dsb.