Budaya-Tionghoa.Net | Dalam segala hal kita harus menghindari sikap ekstrimist, kaum ekstrimistlah yang selalu merasa benar sendiri dan selalu mencari kambing hitam, baik itu ekstrimist agama maupun ekstrimist politik. Dalam masalah Tionghoa di Indonesia, kitapun tidak boleh mengambil sikap ekstrim, yaitu hanya mencari hidup tak perlu menuntut hak, atau ekstrim yang hanya menuntut hak tapi lupa kewajiban. Menuntut orang Tionghoa Indonesia tak boleh menyanyikan lagu Mandarin (saya kira lagu yang diputar adalah lagu Hongkong dan Taiwan, bukan lagu RRT) saja tak boleh, harus lagu patriotik Indonesia, bukankah itu mulai melanggar hak kebebasan orang lain.
Category: Esai & Opini
Pelajaran dari Taiwan Untuk Negeri Kita yang Masih Dalam Kebangkrutan
Via Mailing List Budaya Tionghoa 3120
Dari pertengahan Maret hingga pertengahan April lalu saya merasa menjadi orang yang sangat beruntung bersama 21 orang lainnya dari 22 negara, karena mendapat kesempatan mengikuti “National Development Courses” di Fu Hsing Kang College, Taipei, Republic Of China (ROC), Taiwan. Kuliah-kuliah pada program ini diberikan oleh para professor dari universitas-universitas terkemuka di Taiwan dan beberapa oleh pejabat senior pemerintah. Selain mengikuti kuliah kelas sebanyak 16 topik dan tiap topik diberikan selama empat jam, peserta juga dibawa berkunjung ke hampir semua pelosok negeri Taiwan.
Prasangka dan Diskriminasi Terhadap Etnis Tionghoa
Isu terpenting yang perlu dibahas di sini apabila kita berbicara tentang prasangka dan diskriminasi adalah stereotyping, yaitu suatu kecenderungan untuk mengidentifikasi dan mengeneralisasi setiap individu, benda dan sebagainya ke dalam katagori-katagori yang sudah dikenal. Stereotyping terhadap warga etnis Tionghoa di Indonesia, seperti yang kita semua telah ketahui, mempunyai akar sejarah yang panjang karena katagori-katagori yang kita kenal itu pada awalnya dibuat pada masa pemerintahan kolonial Belanda, walaupun setelah itu masih terjadi proses modifikasi yang terus-menerus sampai hari ini.
Sastra Tionghoa dan Prasangka “Politik Identitas”
Via : Mailing List Budaya Tionghoa No 2415
Budaya-Tionghoa.Net| Perhatian publik sastra saat ini tampaknya tertuju pada bangkitnya genre sastra Tionghoa, tepatnya Melayu-Tionghoa, kembali ke kancah sastra Indonesia modern. Gejala kebangkitan ini merupakan sesuatu yang layak disambut luas. Seyogianya memang demikian, karena kita sudah lama kehilangan “saudara kembar” (twin sister) dalam genre sastra kita, yang umumnya didominasi sastra Melayu saja. Ini penting dimengerti, sebab selama ini perkembangan sastra modern kita seolah-olah berjalan terlepas dari konteks sejarah, yang dulu melahirkannya. Yaitu, saat-saat di mana sastra kita masih bergulat dengan tema-tema pemerdekaan dan penjajahan, yang tentu melibatkan genre sastra Tionghoa juga. Atau, kalau mau dilacak lebih awal lagi, yang sering terlupakan adalah peran masyarakat Tionghoa dalam proses akulturasi budaya antara bangsa pribumi dengan kaum pendatang.
Wawancara Dengan Dr. Go Gien Tjwan
Arsip Mailing List Budaya Tionghua No 2018
Budaya-Tionghoa.Net |Wawancara Hersri Setiawan (HS) dengan Dr. Go Gien Tjwan *) (Go), tanggal 26 Juli 1998, mengenai beberapa soal khususnya tentang disulutnya kembali masalah anti-Tionghwa di Indonesia, dan Jakarta khususnya, yang meledak sebagai Malapetaka Medio Mei 1998 yang lalu. Wawancara berlangsung di rumah Dr. Go.