ABSTRACT
There are many Chinese temples built in Jakarta since 17th century. Beside its main function as religious place for hua religion (Chinese people religions – a mix between Buddhist, Tao, and Confucian teachings), temples have many other functions. This research will discuss several sites evidences around Jakarta’s Chinese temples which have social and cultural functions. This is qualitative research that use observation methods of the site plans and analysing primary and secondary historical data that backing up all evidences to prove that Chinese temples in Jakarta plays important part in social and community activities, either exclusively between Chinese community, or inclusive – embracing all diverse elements in local communities around the site. It is cross disciplinary research between archaeology and architecture disciplines. The result can help Chinese Indonesian community to see opportunity in using Chinese Temples for social and cultural gathering, meet-ups, and ceremonies like their ancestors did in previous centuries. This also will provide alternative solutions for the lack of communal spaces in DKI Jakarta.
Category: Seni
KISAH SEDIH TENTANG PUISI LI MOCHOU „AKU BERTANYA PADA DUNIA APAKAH CINTA ITU?“
LI BAI ( LI TAI PO ) – PUJANGGA TERMASYHUR
Li Bai (Li Tai Po) Pujangga Termasyhur Tiongkok dari Dinasti Tang lahir pada sekitar tahun 701, di Suyab (sebuah daerah di Asia Tengah dekat Tiongkok, yang sekarang menjadi negara Kyrgyzstan).
PAN AN – SASTRAWAN ERA DINASTI JIN BARAT
Pan Yue (247–300), atau dikenal juga dengan nama Pan An, adalah seorang sastrawan terkenal pada masa Dinasti Jin Barat. Tidak hanya terkenal karena bakat sastranya, ia juga terkenal dengan wajahnya yang paling elok rupawan di seantero Tiongkok kuno.
Istilah Kelenteng dalam bahasa Indonesia
Istilah Kelenteng dalam bahasa Indonesia
Ardian Cangianto
Pendahuluan
Bahasa merupakan bagian dari budaya. Bahasa Indonesia terutama bahasa-bahasa daerahnya memiliki kekhasannya yang unik dalam memberikan penamaan terhadap benda-benda atau warna. Contoh kategorisasi warna : kuning langsat; merah jambu; kuning gading; merah darah. Sedangkan “bunyi” ( onomatope ) juga sering digunakan untuk menunjukkan benda. Contohnya : kentongan; gong; mie tek-tek; meong[1].
Bahasa itu dilihat bukan hanya sebagai sarana untuk mengkomunikasikan ide dan pemikiran, tetapi sebagai intrinsik terhadap informasi mereka ( Berry, Portinga dkk, 2002 : 149 ). Dengan begitu kita bisa melihat bahwa penggunaan “bunyi” ( onomatope ) sebagai kata penunjuk benda merupakan hal yang wajar dalam bahasa Indonesia.
Dalam perkembangan lintas budaya seringkali menemukan kata-kata serapan dari bahasa asing tapi dalam masalah istilah warna dalam bahasa Indonesia itu ada yang menarik, yaitu warna “coklat” yang berasal dari bahasa Belanda ialah chocolade yang sebenarnya menunjukkan jenis makanan coklat. Sedangkan warna coklat dalam bahasa Belanda adalah bruin . Apakah ini berasal dari pohon coklat atau makanan coklat sulit ditelusuri lebih mendalam asal muasal kata warna coklat ini. Tapi yang jelas hal ini menunjukkan bahwa indeks istilah warna itu berdasarkan budaya suatu kelompok masyarakat dalam mempersepsikannya ( lih. Berry, Portinga dkk, 2002 : 154 ). Menurut penulis hal tersebut juga berlaku untuk “bunyi” ( onomatope [2]).