Budaya-Tionghoa.Net | Sejak membaca cerita silat beberapa tahun yang lalu, pertanyaan di atas selalu berada di benak. Kalau pertanyaan di atas diajukan dalam kuesioner, mungkin
beberapa menjawab nyata dan beberapa menjawab khayal. Mungkin ada beberapa sebelum menjawab yang bertanya lwekang yang seperti apa?
Category: Seni Sastra
Kisah Tao Hua Nv (Zhou Gong yu Tao Hua Nv Dou Fa) & Kandungan Konsep Filsafat Tionghoa
Budaya-Tionghoa.Net | Kisah Zhou Gong yu Tao Hua Nv Dou Fa memang merupakan cerita menarik dan banyak dari cerita itu menjadi tata- cara pernikahan dan kematian dalam budaya Tionghoa. Tapi sebenarnya bukan cerita itu yang menjadi dasar dalam budaya Tionghoa, tapi cerita itu mengumpulkan macam-macam kegiatan yang berkaitan dengan konsep filsafat budaya Tionghoa dalam tata-cara pernikahan dan kematian, kemudian dirangkum menjadi suatu kisah yang menarik. Berdasarkan nama kisah dan kaitannya, saya memperkirakan kisah itu timbul pada masa pasca Song. Kisah itu kemudian menjadi opera pada masa dinasti Yuan.
Tubuh Buat Harimau Lapar
Budaya-Tionghoa.Net | Mural ini berada di dalam gua nomor 254 di Dunhuang, berasal dari jaman Dinasti Wei Utara ( 386 -534 ), walaupun warnanya tidak begitu semarak, dan garis-garisnya tidak seluwes mural Dinasti Tang, tetapi dapat membuat orang merasakan semacam meluapnya keikhlasan pengorbanan diri berbalut duka. Warnanya kental, berani dan bebas, goresan kuasnya kasar dan agak kaku, bentuknya khidmat dan sederhana. Mural ini tidak kalah dengan Pengadilan Terakhir Michelangelo di Kapel Sistina. Keduanya sama-sama menggunakan jatuhnya tubuh dan perputarannya sebagai topik utama, tubuh yang jatuh bangun, alam yang kelam gelisah dalam biru lebam dan merah kecoklatan, seakan berada di dalam ruang dan waktu yang keruh gelap belum terkuak, tubuh bagaikan masih bingung terhadap keberadaannya. Pangeran Sattva di dalam mural ini sama seperti penebusan tubuh dalam Pengadilan Terakhir Michelangelo, perenungan yang dalam tentang pertanyaan sulit terhadap hakiki hidup ——— bagaimana tubuh sadar? Dengan bentuk lukisan memaparkan pertanyaan filsafat, keduanya adalah karya agung, hanya saja pelukis di dinding gua 254 tidak meninggalkan nama, lebih awal seribu tahun dari Michelangelo, di dalam gua yang gelap, dan tetap saja merupakan gambar yang mencerahkan umat manusia.
Bayangan Punggung – Zhu Ziqing
Budaya-Tionghoa.Net | Sore ini, sambil surfing ke Internet, ketemu ceritera pendek Bayangan Punggung yang disinggung Jin Yong dalam tulisan non-cersilnya berjudul Begajul Cilik Wei Xiaobao yang saya terjemahkan itu. Karena ceritera ini disebut sebagai ceritera pertama dalam sastra Tionghoa yang menggambarkan hubungan antara ayah dan anak, dan juga cuma dua halaman, saya terus langsung mengalihbahasakannya. Ceriteranya sih terasa cengeng, pengarangnya sampai berulangkali mengucurkan air mata. Tetapi sebagai seorang anak yang meninggalkan rumah di usia muda dan kini harus melihat tiga orang putranya pergi satu persatu dari rumah, ada yang menggugah dari ceritera ini. Makanya saya langsung mengetikan ke dalam bahasa Indonesia, hitung-hitung sebagai pelengkap terjemahan Begajul Cilik yang lalu. Saya tak tahu apakah tulisan ini pernah diterjemahkan atau tidak. Tapi karena ini salah satu karya yang sempat disinggung oleh Jin Yong, jadi walaupun istri saya bilang judul Bei Ying atau bayangan punggung ini koq rasanya seperti judul pasaran dalam berbagai ceritera dan lagu yang sering dia dengar dulu, tetapi saya sudah terlanjur terjemahkan, maka saya lampirkannya di sini. Selamat menikmati! Salam, Aris.
Dunia Tang yang Dingin dan Pahit di dalam Puisi Mbeling Meng Jiao ( 751 – 814 )
Budaya-Tionghoa.Net | Pemberontakan An Lushan yang bertahan delapan tahun ( 755 – 763 ) telah menyapu habis seluruh kebesaran dan kemegahan Dinasti Tang. Sejak itu Dinasti Tang di mata penyairnya telah berubah menjadi selingkar matahari musim dingin di ufuk barat. Sekalipun kadang-kadang masih kelihatan berpijar kemerah-merahan, tetapi bagaimana pun sedang perlahan-lahan terbenam. Dan kelapangan dada, semangat bergelora, dan keyakinan mencengangkan yang diwakili oleh Li Bai dan Du Fu, telah layu dan gugur di dada penyair. Mungkin kadang-kadang masih berkedip sekejap di dalam satu dua puisi penyair masa itu, tetapi sudah tidak bisa bertahan lama lagi. Ini mungkin dapat disebut suatu penyakit zaman: Realita yang merosot telah meracuni jiwa penyair ——— realita yang terpampang jelas di depan mata, siapa pun tidak mampu berlagak tidak kelihatan.