Budaya-Tionghoa.Net | Liatwi Hengte Cimue, Di tengah kontroversi tentang pemakaian istilah Mandarin danTionghoa (maaf saya terlambat), di bawah ini izinkanlah saya menyampaikan kembali tulisan saya yang pernah dimuat dalam Kita Sama Kita, No 7 Tahun II Maret 2002, hlm. 10-11. Mudah-mudahan tulisan ini masih tetap menarik untuk dijadikan bahan perenungan. Kiongchiu
Category: Sejarah Tionghoa
Siauw Giok Tjhan, Baperki Dan Unversitas Res Publica : Renaissance Dari Masyarakat Tionghoa Di Indonesia
Budaya-Tionghoa.Net|Saya seperti halnya dengan orang Tionghoa generasi muda lainnya yang sekolah Tionghoa dan tinggal di Pecinan, Soerabaja, lalu tiga tahun di Batavia sebelum Perang Dunia II mempunyai kecintaan dua negara, perasahan yang dalam dihati pada Indonesia dan Tiongkok. Waktu mudah saya, saya sudah membaca buku-buku klasik Tiongkok seperti The Romance of three Kindoms ( Sam Kok),Melawat Ke Barat , (Sun Wu Gong, Xi Yu Ji), 108 kawanan Brandal di lembah Liang San , Hong Lou Meng (Impian di Rumah Gedung Merah), Sie Djien Kwie, dan petikan kata-kata dari Kong Fu Zi, Lao Zi, Meng Ke, Zhuang Zi etc.etc. Disamping itu saya senang sekali membaca cerita wayang Baratayuda dan Mahabarata dan menonton ludruk di Surabaya.
Kemana Gerangan Kumis Dan Jenggot Di Kalangan Tionghoa ?
Budaya-Tionghoa.Net | Ada satu pertanyaan yang cukup menggelitik. Jika kita membaca berbagai buku ke-tionghoa-an seperti misalkan dalam cerita silat sampai film-film yang diputar di chanel Mandarin seperti Celestial hingga DVD akan ada kalimat “ mengurut kumisnya” atau “mengelus jenggotnya” . Dalam film Mandarin dari yang klasik sampai kontemporer akan selalu ada yang terlihat pria berkumis dan berjenggot baik yang tumbuh sporadis maupun panjang menjurai. Di kelenteng pun kita akan melihat figur-figur patung yang divisualisasikan sebagai pria berkumis dan berjenggot.
Eyang Djoego dan Eyang RM Iman Soedjono : Dua bangsawan Jawa yang Dihormati Masyarakat Tionghoa.
Riwayat Mah Jugo
Mbah Jugo masih merupakan keturunan Susuhunan Paku Buwono I (Pangeran Puger) yang memerintah Mataram antara 1705-1719. Beliau berputera Bandono Pangeran Haryo (BPH) Diponegoro (bukan Pangeran Diponegoro yang mencetuskan Perang Diponegoro 1825-1830).