Masih ingat dengan jelas dalam benak saya pertanyaan Apeq Erik Eresen (juga salah satu senior di grup Budaya Tionghoa) saat acara berakhir. Beliau bertanya seperti ini, “Apa perbedaan yang mencolok antara sastra Tiongkok kontemporer dengan sastra Indonesia saat ini?”
BENTANGAN BUDAYA VISUAL TIONGHOA Sejak Prasejarah hingga Kontemporer (1)
Kendati belum disadari secara luas, fakta sejarah menunjukkan bahwa budaya visual Tionghoa di Indonesia telah ada sejak zaman prasejarah dan terus berlangsung hingga masa kontemporer. Dengan demikian eksistensinya telah ada jauh sebelum pengaruh yang datang dari India, Timur Tengah, apalagi Barat. Dalam bentangan masa yang panjang itu, representasi budaya tersebut disertai beragam konsep dan situasi sosial di belakangnya.
Kebudayaan visual Tionghoa meliputi ranah yang sangat luas. Dalam terminologi estetika modern, jenisnya dapat dikategorikan sebagai seni murni, kriya, desain, maupun arsitektur. Seni murni termasuk lukisan maupun patung; kriya meliputi ketrampilan pembuatan keramik hingga tekstil; desain mengkover rancangan produk sehari-hari dari iklan sampai peniti; dan arsitektur mencakup rumah tinggal hingga tempat peribadatan.
Dari Kemilau Istana hingga Lentera Kehidupan
AKU selalu membayangkan, bagaimana kehidupan monarki di dalam Istana Zi Jin Cheng1 di masa lalu; hingga aku bertemu dengannya di suatu senja, di dalam Beijing Botanical Garden, dalam tugasnya sebagai seorang anggota Pusat Penelitian Ilmiah Botani China.
Sejak jodoh pertemuan, yang kutafsirkan terjadi sebagai akumulasi dari semua karma baikku selama ribuan kehidupan itu terjadi, kami menghabiskan banyak masa untuk minum teh bersama di sore hari, di berbagai waktu senggang; dan membincangkan apa yang menjadi masa penuh warna-warni hingga kelabu yang masih mengendap di sebagian besar ingatannya yang mulai menua.
Makanan “Kompyang”
Menjumput Ketionghoaan
Budaya-Tionghoa.Net
Konferensi ini diadakan selama dua hari di sebuah hotel & dimotori oleh tiga universitas swasta besar dari tiga kota besar: Universitas Petra – Surabaya, Universitas Maranatha – Bandung & Universitas Katholik Soegijapranata – Semarang.
Saya menghadiri sebuah Konferensi Internasional tentang Indonesia Tionghoa: “International Conference on Chinese Indonesians – Their Lives & Identities”.