Budaya-Tionghoa.Net | Masyarakat Tiol dikenal juga sebagai Kiorrs adalah salah satu grup etnik yang hidup diselatan provinsi Yunnan. Mereka berjumlah sangat sedikit dan bukan termasuk etnik grup yang dikenal resmi . Para etnolinguist menggolongkan mereka sebagai subgrup Kmhmu. Keduanya merupakan bahasa Mon-Khmer , cabang dari keluarga bahasa Austroasiatic . Selain di selatan Yunnan , masyarakat Tiol juga terdapat di utara Laos dengan jumlah hanya ratusan.
In Memoriam Liem Kok Bie [4] : Menolong Warto, Diakui Sebagai Saudara Kandungnya
Budaya-Tionghoa.Net | Warto ex mahasiswa antropologi budaya IKIP Negeri Semarang, yang juga sekretaris I PPI Jateng, adalah teman setikar ketika sama-sama menjadi tapol.
Liem yang telah bekerja di NIAC sejak kira-kira tahun 1970 pada suatu hari menemui Warto di pondokannya di daerah manggarai pada bulan maret 1972. Ketika itu Liem datang bersama kakaknya Liem Kok Gie. Ketika itu Warto sangat menderita, karena menganggur selama setengah tahun. Suatu dialog menarik antara Warto dan Liem Kok Bie telah disampaikan kepada penulis sebagai berikut :
In Memoriam Liem Kok Bie [3] : Ingin dijadikan Buaya Kecil ?Tapi Jadi Kontraktor
Budaya-Tionghoa.Net | Ketika Liem Kok Bie sejak tahun 1964 menjadi ketua Pengurus Dewan Daerah Permusyawaratan Pemuda Indonesia (PPI) Jawa Tengah, Warto sebagai Sekretarisnya dan Lie Khing Hian sebagai bendaharanya telah mencapai kemajuan pesat. Liem menggantikan kedudukan The Boen Han.
Cabang-cabang yang dibentuk antara lain : Majenang, Sidareja, Cilacap, Gombong, Karanganyar, Banyumas, Purwokerto, Slawi, Parakan, Temanggung, Muntilan, Wonogiri, Sragen, Solo, Ambarawa, Limpung, Pati, Kudus, Klaten, Purwodadi.
Kata “Sabun” : Dialek Chaozhou dan Shantou
Budaya-Tionghoa.Net| Dalam bahasa Hokkian (Minnanhua), sabun juga dibaca ‘sap bun’ atau ‘sat bun’. Dalam buku-buku Minnanhua terbitan Xiamen dan Beijing, sabun ditulis menjadi SAT BUN atau SAP BUN (雪文). Menurut kamus Minnanhua, SapBun berasal dari bahasa Perancis (Savon).
Tata Cara Sebelum Dan Sesudah Pernikahan
Budaya-Tionghoa.Net |Berhubung kemaren baru ke “kondangan” [red pesta pernikahan] , jadi hendak bercerita mengenai tata cara perkawinan adat Tionghua. Ya sebenarnya tidak adat-adat amat sih, soalnya disini sana banyak “penyesuaian” dan “mix n match” memakai budaya barat, dan dicampur lagi sama budaya Jawa [setahu saya]. Jadi terpikir bahwa budaya Tionghua di Indonesia sebetulnya adalah “budaya gado gado”. Di Singapura yang gado gado disebut “Peranakan” atau “Nonya”, satu istilah yang akrab di telinga, sebab Oma saya suka menyebut diri sebagai “Cina Peranakan” maksudnya adalah Keturunan yang lahir atau tumbuh dewasa di Indonesia, sudah tidak akrab dengan bahasa Mandarin, dan ciri khas satu lagi adalah koleksi kebayanya itu loh. Yang disebut “kebaya encim” itu barangkali yah. Tapi belakangan koleksi kebaya si Oma udah tinggal jadi koleksi doang sebab Oma lebih suka pakai blus dan celana panjang yang lebih praktis. Balik lagi ke tata cara perkawinan.