Budaya-Tionghoa.Net| Saya pernah tinggal di Republik Rakyat Tiongkok , maka saya mengalami secara tidak langsung pengaruh dari Perdana Menteri Chou En-Lai, apalagi pada jaman Revolusi Besar Kebudayaan Proletar (RBKP) . Beliau melindungi hak-hak Hua Chiao yang sudah Wei-Guo, dan beliaulah yang menyelesaikan bentrokan-bentrokan antara tentara pada masa Revolusi Besar Kebudayaan Proletar misalnya di Wu-Han etc.
Capgome Manado , Dewi Ma Cou Po & Marga Liem
Photo : Lo Chia Bio – by Ardian Cangianto
Budaya-Tionghoa.Net| Dalam perayaan Cap Gou Meh di Manado seluruh lapisan masyarakat Kawanua tumpah-ruah ke jalan- jalan. Bukan hanya kalangan nelayan dan komunitas Tionghoa saja yangpercaya kesakralan perayaan tersebut dan perlindungan yang diberikan Ma Cou Po dan para dewata lainnya. Bahkan kalangan pemilik kebun cengkeh ― utamanya ― pun meyakini, kalau Cap Gou Meh tidak jadi diadakan, mereka khawatir panen mereka tidak berhasil baik tahun itu. Bahkan perayaan tersebut sudah masuk agenda wisata tahunan propinsi Sulawesi Utara, bahkan ketika rezim Orde Babe masih berdiri
dengan kokohnya.
Opini : Obor Olimpiade & Aib
Budaya-Tionghoa.Net| Rekan-rekan semua, salam jumpa ! Mengikuti berita estafet obor Olimpiade saat ini, kita merasakan betapa keras benturan budaya antara Timur dan Barat.Tiongkok mengexpresikan nilai-nilai Timur dengan kental : Sitem budaya yang meliputi sistem kenegaraan dan tata sopan-santun yang sangat berbeda dengan Barat.
Tibet dan Kaum Terpelajar di Barat
Budaya-Tionghoa.Net| Ada fenomena budaya yang menarik tentang aksi dukungan terhadap gerakan Tibet Merdeka di Barat. Banyak kaum terpelajar di barat yang ikut-ikutan mendukung Tibet merdeka, ini ada latar belakang psikologisnya:
Pride To Be Chinese
Tulisan ini di ilhami oleh emailnya dari hopeng saya sdr. Liang U. Pertanyaan: “Apakah salah apabila saya merasa bangga, karena memiliki leluhur orang Tionghoa? Apakah dengan rasa bangga tersebut, berarti saya telah menghianati tanah tempat lahir saya Indonesia ?” Mang Ucup dilahirkan sebagai orang Tionghoa, karena pada saat saya dilahirkan pada tahun 1942 Negara Indonesia belum diproklamasikan, bahkan saya diakui sebagai wong Londo oleh pemerintah Belanda. Sejak 40 tahun saya memiliki WN Jerman, dan sudah 10 tahun bermukim di Belanda. Mantan istri saya yang pertama orang Jerman tulen sedangkan Wied istri saya yang sekarang orang pribumi asli asal Semarang.