Arak (jiu) adalah adalah minuman yang tak terpisahkan dari budaya Tionghoa. Mulai dari festival tahunan, pernikahan, sembayangan, sampai pembukaan toko, biasanya tak lepas dari acara minum2..
Tentu tak semua orang Tionghoa gemar menenggak minuman beralkohol ini. Banyak juga yang hanya meminumnya saat perayaan tertentu saja. Khususnya bagi keturunan Tionghoa di Indonesia, malah banyak yang tidak pernah menjamah botol minuman keras seumur hidupnya.
Berikut adalah sekelumit serba serbi arak di China kuno
Tag: tionghoa
Agama Hua 華教 ( bagian 2 )
Budaya Tionghoa|
Pada masa sebelumnya, rakyat jelata tidak boleh menyembah “Tuhan” atau Tian dan Di. Penempatan hiolo di rumah rakyat jelata utk sembahyang Tuhan disebarluaskan oleh orang-orang Ru kemudian diadopsi pula oleh Taoisme dan Buddhisme Rakyat. Penghormatan terhadap Yuhuang Shangdi yang dimulai pada dinasti Song dan bernafaskan Taoisme kemudian berkembang di rakyat jelata dan Yuhuang Shangdi menjadi Tuhan dalam agama Hua dengan hari lahirnya tanggal 9 bulan satu sesuai dengan kepercayaan Taoism. Hal yang paling menyolok terjadi di pulau Jawa, dimana banyak kelenteng yang akhirnya membangun pendopo 亭 untuk Yuhuang Shangdi di halaman depan kelenteng.
Di Asia Tenggara, banyak tempat ibadah agama Hua itu meminta lepas kasut saat memasuki altar, pengaruh ini didapat dari kebiasaan umat Islam. Ditemukan pula beberapa yang menggunakan tempat pembakaran kemenyan yang bersanding dengan hiolo. Ini menunjukkan bahwa agama Hua mengabsorbsi kepercayaan setempat, tidak bersifat kaku dan memperlihatkan adanya tatanan kesukuan/ etnisitas ( misalnya penggunaan tebu dalam sembahyang ).
Selayaknya agama-agama lain, Agama Hua juga memiliki kitabnya. Banyak kitab agama Hua yang disusun melaliu sistem pemanggilan dewa/ mediumship. Contoh : 4 Nasehat Liao Fan 了凡四訓, Wu Gu Jing 五穀經. Selain itu juga mengadopsi kitab suci dari 3 ajaran utama, dan itu semua saling menyerap.
Agama Hua 華教 ( bagian 1 )
Budaya-Tionghoa| Agama Hua (華教 )
Catatan : Tulisan ini adalah hasil rangkuman Ratna Setianingrum dari seminar yang dibawakan oleh Ardian Cangianto di Semarang dengan judul “Mengenal Agama Hua”.
Mendengar istilah “agama Hua/Huá jiào, mau tidak mau teringat isi Inpres no.14/1967 tentang pelarangan kepercayaan orang cina. Mangapa istilah yang dipakai adalah kepercayaan dan bukannya agama? Hal ini disebabkan karena sejak berabad yang lampau di Tiongkok, religion atau agama menjadi dua bagian yang besar, yaitu : institutional religion dan diffused religon. Umumnya rakyat Tiongkok menganut diffused religion.
Dan suatu kepercayaan dapat diakui pemerintah Indonesia sebagai “agama” bila dia memiliki kitab suci, memiliki nabi, percaya akan Tuhan, berbicara tentang alam kematian. Konteks ini adalah konteks agama samawi dan pengertian agama di Indonesia pada masa Orde Baru. Pengertian agama yang menganut konsep barat inlah yang menyebabkan banyak aliran kepercayaan yang ada di masyarakat Indonesia akhirnya tersisihkan.
BENTANGAN BUDAYA VISUAL TIONGHOA Sejak Prasejarah hingga Kontemporer (2)
[1] Namun demikian, popularitas wayang tersebut masih kalah jika dibandingkan dengan wayang po the hi (pu-tai-hi).
| Karya visual pada seni pertunjukan juga menunjukkan jejak budaya Tionghoa. Wayang kulit Jawa versi Tionghoa pun lahir ditangan Gan Thwan Sing. Pria kelahiran Jatinom Klaten ini memadukan tokoh legenda Tiongkok dengan gaya Mataraman Yogyakarta. Pertunjukan yang pernah berjaya pada tahun 1925 hingga 1967 itu berbahasa Jawa dengan lakon, antara lain: She Yu, Sik Jin Kwi – Luk Log Cing Thong, dan Hwi Lyong Thwan. Di antara tokonya adalah Sih Ten San, Sik Jin Kwi, Ting Jing, Liong, dan Burung Hong; tidak ketinggalan pula gunungan.Chu Teng Ko, tokoh yang membantu Republik Indonesia
Chu Teng Ko, tokoh yang membantu Republik Indonesia Pada masa revolusi fisik ( 1945-1949 ), tidak sedikit orang Tionghoa yang turut terjun membantu kaum republic melawan Belanda. Salah satunya adalah Chu Teng Ko yang membantu perjuangan kaum republic di Medan. Chu adalah mantan tentara KMT ( Kuo Min Tang ) yang meninggalkan Tiongkok pada tahun…